Selasa, 22 November 2011

Makassar dalam Kuasa Kompeni



Pada hari jum’at, 18 November 1667, tercapailah suatu perjanjian perdamaian antara pihak Belanda dan pihak Kerajaan Gowa-Tallo di suatu tempat dekat Barombong yang dinamakan Bungaya.
Perjanjian yang disepakati dinamakan Cappaya ri Bongaya, orang-orang Belanda menamakannya Het Bongaisch Verdrag.
Perjanjian Bongaya menjadi akhir dari peperangan besar antara Kerajan Gowa-Tallo dan Belanda, namun setelah penandatanganan perjanjian itu, banyak diantara tokoh kerajaan Gowa-Tallo yang menolak untuk tunduk, salah satu diantaranya adalah mangkubumi kerajaan Gowa-Tallo sendiri, Karaeng Karunrung.
Barulah pada tanggal 27 Juni 1669, setelah ditandatangani perjanjian baru, perlawanan-perlawanan terhadap Belanda mulai hilang, dalam perjanjian tersebut karaeng Karunrung juga ikut serta membubuhi tanda tangannya.
Hilangnya perlawanan terhadap Belanda di Makassar tidak berarti bahwa pejuang Makassar tidak bersemangat lagi melakukan perlawanan. Ratusan armada berangkat dari Galesong menuju Jawa untuk meneruskan perlawanan terhadap Belanda.
Salah satu armada besar yang bertolak ke Banten adalah Laskar Makassar yang dipimpin oleh Karaeng Bonto Marannu, iapernah berkuasa di Buton, walaupun akhirnya tidak berhasil mempertahankan daerah ini.
Para Perantau Keberangkatan Karaeng Bonto Marannu dengan tujuan Banten adalah usaha untuk melanjutkan perlawanan terhadap Belanda yang dinilai serakah.
Saat itu Banten merupakan sasaran kedua Belanda setelah menguasai Makassar. Banten yang bertetangga dengan Batavia, pusat pemerintahan Kompeni di Nusantara, dianggap sebagai tetangga yang mengancam keamanan dan harus ditaklukkan.
Selain itu, Hubungan antara kerajaan Gowa-Tallo dan kesultanan Banten telah terjalin, riwayat mengisahkan bahwa Syekh Yusuf pernah tinggal di Banten untuk beberapa lama dan menjalankan dakwah Islam sebelum ke Mekkah untuk melaksanakan haji dan memperdalam ilmu agama.
Adanya hubungan inilah yang memudahkan orang-orang Makassar datang kesana. Laskar lain yang bertolak ke Jawa adalah armada yang dipimpin oleh Karaeng Galesong, nama aslinya I Manindori Kare Tojeng, putra Sultan Hasanuddin dari istri keempatnya, ia lahir pada tanggal 29 Maret 1655
Sebelum hadir di Jawa (timur), Karaeng Galesong sebelumnya berada di Bima, sesuai dengan catatan Belanda, Dia melakukan berbagai penjarahan disana.
Tokoh yang satu ini memegang peranan penting dalam perjuangan orang Makassar bertahan hidup dan melawan Belanda di Jawa.
Kepergian Karaeng Galesong dari Makassar karena adanya silang pendapat antara pihak kerajaan Gowa-Tallo yang dipimpin oleh ayahnya Sendiri dan Speelman dari Pihak Belanda. I Manindori Kare Tojeng yang awalnya diangkat sebagai Raja di Galesong tidak diakui oleh Belanda, dan setelah perjanjian Bongaya, Speelman menunjuk Daeng Malewa sebagai pemimpin disana, yang mendasari pengangkatan Daeng Malewa sebagai pemimpin di daerah itu karena ayah, kakek dan moyangnya telah berkuasa disana sebelum Raja Gowa.
Kondisi politik seperti ini dianggap sebagai pendorong kepergian Karaeng Galesong meninggalkan daerahnya.
Karaeng Galesong membawa ratusan armada (kapal), ikut dalam rombongnya, Karaeng Tallo yang meninggal di Bima pada 16 Juni 1673.
Dalam hal jumlah armada atau pasukan, terjadi banyak perbedaan, De Graff tidak menyebutkan Jumlah pasukan perang yang bertolak dari Galesong ke Bima.
Keberadaan dan pemberontakan yang dilakukan oleh Karaeng galesong di Bima, membuat Kompeni yang berkedudukan di Batavia mengalihkan perhatiannya kesini. Sehingga Banten yang terancam akan diserang oleh Belanda dapat bernafas.
Di Banten sendiri, aktifitas pasukan Makassar mulai memberatkan Sultan, hingga akhirnya mereka digunakan sebagai pekerja untuk membuat parit pertahanan.
Namun lama kelamaan, Banten yang belum juga mendapatkan serangan dari Belanda, kebingungan sendiri bagaimana mengurusi tamu-tamu mereka.
Hingga banyaknya pertikaian yang terjadi antara orang Makassar dan Sultan, Laskar Makassar yang dipimpin Karaeng Bonto Marannu meninggalkan daerah ini bertolak ke Timur.
Pada bulan September 1674, Karaeng Bonto Marannu tiba di Jepara dan berniat untuk memohon izin untuk mendapatkan tempat tinggal dan hidup dengan aman kepada Sunan (Susuhunan Amangkurat I), namun saat bertemu dengan Sri Baginda, permohonan tersebut di tolak mentah-mentah.
Respon penolakan dari Amangkutat I ini berbeda dengan Putra Mahkotanya, Adipati Anom. Putra mahkota yang sebelumnya telah berkomplot dengan Trunajaya untuk menjatuhkan Ayahnya dari puncak kekuasaanya, malah memberikan tempat bagi Kareng Bonto Marannu dan 6000 pasukannya di daerah timur Jawa.
Akhirnya, Karaeng Bonto Marannu menetap di Demung (sekarang Besuki).
Laskar Makassar di Demung.
Dari Jepara, Kompeni mendapatkan informasi pada tangga 15 September 1674, bahwa Karaeng Galesong merencanakan serangan kedua untuk Bima.
Kompeni yang telah memfokuskan perhatiannya pada gerak-gerik pasukan Makassar di Bima, dari berbagai informasi yang mereka dapat, Orang-orang Makassar berencana merebut Bima, Karaeng Galesong akan menjadi Raja di Bima, sementara menantunya (?) akan menjadi Raja di Dompu, adapun Karaeng Bonto Marannu akan menjadi kepala pemerintahan dari dua kerajaan itu.
Namun ketakutan Kompeni ini tidak terbukti, pada bulan April 1674, Karaeng Galesong telah berada di Jawa Timur.
Pihak kompeni baru mengetahui hal ini di akhir tahun 1675. De Graff dalam bukunya seperti kebingungan dengan penulisan tanggal sehingga ada peristiwa yang sulit untuk dirunutkan. Misalnya soal kedatangan Karaeng Galesong ke Jawa Timur dan pengiriman satuan oleh kompeni ke Bima untuk menghukum orang-orang Makassar disana. Atau data kedatangan karaeng Galesong ke Jawa Timur yang menyebutkan akhir tahun 1675, padahal karaeng Galesong telah berperang menaklukkan Gersik di tahun 1675.
Pada tanggal 30 April 1675, sepucuk surat dari Jepara menyebutkan peperangan Karaeng Galesong untuk merebut Gersik dan Surabaya. Karaeng Galesong dan Trunajaya.
Pertemuan pertama antara Karaeng Galesong dan Trunajaya terjadi dalam tahun 1675.
Saat itu Trunajaya mendatangi Karaeng Galesong untuk membantunya meruntuhkan kekuasaan Mataram.
Untuk menjalin hubungan yang lebih erat, Trunajaya memberikan kemanakannya untuk menjadi istri Karaeng Galesong dengan syarat agar ia merebut Surabaya dan Gersik.
Pernikahan ini diperkirakan terjadi tahun 1675 atau 1676, anak pertama karaeng Galesong yang lahir di bulan Januari 1677 memungkinkan pernikahan mereka terjadi pada akhir tahun 1675. Dengan semakin kuatnya pangkalan di Demung dan adanya bantuan dari Madura, pangkalan-pangkalan penting di Jawa Timur berhasil direbut: Pasuruan, Pajarakan, Gombong, dan Gerongan.
Peperangan merebut keempat pelabuhan tersebut berlangsung sengit, Karaeng Mamar (Mamut?) tewas dibunuh oleh putra kiyai Darmayuda saat berusaha mempertahankan Pasuruan.
Setelah berhasil merebut keempat pelabuhan ini, pasukan Makassar merencanakan menyerang daerah Utara dan Barat Surabaya.
Daerah yang diserang pertama kali adalah Gersik, berbeda dengan hasil peperangan pertama merebut daerah ini, laskar Makassar berhasil merebut dan membakarnya, disebutkan para panglima perang yang turut serta menghantam Gersik: Karaeng Galesong, Karaeng Bonto Marannu, Karaeng Panarangan, Daeng Mammangung, Daeng Manggappa, Daeng Lomo Tibon. Setelah Gersik, Surabaya juga berhasil mereka bakar.
Peperangan merebut Surabaya lebih mudah dikarenakan banyaknya orang yang sudah melarikan diri setelah mendengar kabar bahwa gersik telah jatuh ke tangan orang-orang Makassar.
Akibat yang timbul dari kemenangan-kemenangan pasukan Makassar ini terasa hingga ke Jepara, orang-orang kebingungan dan banyak orang yang mulai mengemas harta benda mereka. Jawa dan Belanda Melawan Pasukan Makassar.
Informasi bahwa armada Belanda yang hendak membasmi kekuatan Makassar mulanya terdengar menggembirakan bagi masyarakat Jawa. Namun banyak juga yang meragukan dan curiga atas hal ini.
Mereka berfikir bahwa bantuan dari kompeni jelas mengharapkan kompensasi.
Namun, bantuan tersebut adalah permintaan Sunan sediri melalui Wiraatmaka, kepala daerah Jepara yang akhirnya digantikan oleh Ngabei Wangsadipa.
Di bulan April 1676, armada belanda diiringi oleh pasukan Mataram berangkat menghadapi Pasukan Makassar, namun tak banyak hasil yang diraihnya.
Pasukan Makassar malah berhasil merebut Tuban dan Sidayu.
Hal ini membuat Sunan marah dan menyuruh semua orang Belanda pergi dan membawa barangnya.
Kecurigaan terhadap bantuan Belanda untuk Jawa semakin memanas, mereka menganggap bahwa jatuhnya Tuban dan Sidayu akibat adanya persekongkolan antara Belanda dan Makassar. Di pertengahan bulan April, para perwakilan Jawa datang dan meminta agar Loji Belanda dihancurkan, mereka takut jangan sampai Belanda balik melukai mereka.
Namun setelah berbagai perundingan, Couper yang mewakili pemerintah kompeni menegaskan bahwa iktikad mereka baik. Panji Karsula
Sebanyak 1000 orang Numbakanyar dan beberapa prajurit Panumping ikut serta pada ekspedisi Panji Karsula untuk memberantas pemberontakan orang-orang Makassar.
Armada Mataram ini dikawal oleh 3 panglima perang yang handal,
1.      Anggajaya memimpin sayap kiri,
2.      Darmayuda sayap kanan, dan
3.      Panji Karsula sendiri memimpin di tengah (jumlah pasukan 1000 orang menurut serat khanda).
Melalui Japan (Mojokerto), mereka Tiba di Demung, disini 2000 orang Makassar berada di dalam benteng.
Saat pasukan Mataram sudah mulai dekat, Karaeng Galesong membakar semangat pasukannya. Prajurit Makassar yang pantang menyerah, melawan dengan gigih, mempertahankan benteng mereka dengan komando Karaeng Galesong.
Setelah pertarungan hebat terjadi, Karaeng Galesong menarik mundur pasukannya, masuk ke dalam hutan.
Sementara orang-orang mataram, tanpa mengindahkan peringatan Panji Karsula, menjarah benteng habis-habisan dan beristirahat seenaknya saja tanpa memperhatikan pertahanan. Malam hari, Karaeng Galesong kembali membakar semangat tempur pasukannya, mereka menyerang prajurit Mataram yang berkema di area terbuka.
Mereka mengamuk berteriak sambil menebas batang tubuh orang mataram yang sedang lengah. Para pasukan mataram kaget dan kocar-kacir, perkemahan mereka terbakar.
Panji Karsula berhasil lolos dan kembali ke Japan, disana ia menderita sakit yang parah kemudian meninggal.
Darmayuda menyerah bersama banyak bupati di daerah timur.
Ada beberapa perang lain terjadi setelah tewasnya Panji Karsula.
Dikisahkan bahwa, armada Belanda melakukan penyerangan ke Panarukan. Pasukan mataram dalam penyerangan itu dipimpin oleh Raden Prawirataruna, mereka turun ke darat dan disambut dengan ganas oleh pasukan Makasaar yang telah berjaga-jaga, pertarungan sengit terjadi, keluarga Raden Prawirataruna meninggal sementara dirinya terluka parah.
Dari laut, orang-orang Belanda, Ambon, dan Ternate menghujani pasukan Makassar dengan tembakan, banyak yang tewas, sisanya mundur ke titik pertahanan mereka.
Pertempuran Laut Pertempulan selanjutnya terjadi di Paiton.
Atas saran bupati Suramenggala, pasukan mataram mendarat di Paiton, mereka meninggalkan kapal di pantai.
Mendengar keberadaan pasukan mataram disini, prajurit Makassar segera berdatangan dengan perahu jukung kecil, dan tanpa berlagak mencurigakan, membakar kapal-kapal mereka yang sandar, sementara air laut sedang surut.
Pertarungan fisik terjadi di darat. Orang-orang Jawa mempertahankan nyawa mereka dengan senjata seadanya, diantara mereka banyak yang melarikan diri.
Sementara itu pemimpin pasukan, Suramenggala dan Surawangsa tetap memberikan perlawanan yang gigih.
Kapal-kapal mancanegari segera mendatangi perahu yang terbakar dan berusaha memadamkan api, mereka menampung pasukan yang mulai tersedak oleh orang Makassar.
Diatas kapal, diadakan musyawarah kecil dan diputuskan untuk kembali ke Jepara melalui Surabaya, mereka tidak berani untuk kembali ke Mataram dengan kekalahan yang mereka alami. Karaeng Galesong ke Madura
Begitulah peperangan demi peperangan terjadi hingga Agustus 1676.
Di bulan ini, Karaeng Galesong bertolak ke Madura dari Panarukan, walaupun dicegat oleh blokade Belanda de depan Panarukan, dia berhasil lolos bersama 80 kapal lainnya.
Di Madura pada bulan Agustus 1676, Trunojoyo mengumumkan bahwa namanya adalah raja atau Panembahan Maduretna.
Hampir bersamaan dengan itu, Karaeng Galesong menggunakan gelar Adipati Anom.
Kedua kekuatan ini semakin besar, mereka mulai membangun rencana untuk menghantam Mataram.

Catatan Penulis:
Tulisan ini untuk membantu mengetahui kisah Karaeng Galesong yang Mempertaruhkan kehidupan di Tanah Jawa, ada beberapa referensi yang dapat dijadikan rujukan, namun untuk sementara ini buku Runtuhnya Istana Mataram karangan H.J De Graf, yang menceritakan kisah Karaeng Galesong lebih rinci dibandingkan beberapa referensi lain

Read more at: http://chengxplore.blogspot.com/2011/10/laskar-makassar-di-tanah-jawa.html
Copyright Ahmad Husain Under Common Share Alike Atribution

SEJARAH Kelas XI semester 1


SOAL SEJARAH XI IPS Semester 1  2011
1.       Sebutkan 5 jalur / saluran Islamisasi di Indonesia dan berikan penjelasan !
2.       Berikan 3 teori yang memberi  penjelasan tentang bangsa-bangsa yang menyebarkan Islam ke Indonesia !
3.       Berikan contoh dan penjelasan wujud akulturasi dalam seni sastra !
4.       Jelaskan dampak Perjanjian Salatuga bagi Kerajaan Mataram !
5.       Berikan penjelasan tentang kalender Jawa  !
6.       Bagaimana pengaruh Hindu , Budha dan Islam dan kebudayaan asli Indonesia pada bangunan makam ?
7.       Sebutkan 4 fungsi kota pada masa Islam di Indonesia !
8.       Jelaskan 4 sebab Islam mudah diterima oleh masyarakat Indonesia !
9.       Sebutkan nama-nama Walisongo dan nama aslinya serta daerah penyebaran agamanya !
10.   Sebutkan ciri-ciri khusus masjid kuno di Indonesia !
11.   Jelaskan perbedaan antara golongan Teungku dan teuku dalam masyarakat kerajaan Aceh Darussalam !
12.   Jelaskan system birokrasi di kerajan Matram Islam !
13.   Jelaskan dampak Perjanjian Salatiga bagi Kerajaan Mataram !
14.   Sebutkan factor-faktor yang menyebabkan kemunduran Kerajaan Aceh !
15.   Tuliskan isi Perjanjian Bongaya !
16.   Tuliskan 2 persekutuan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Maluku, tuliskanjuga anggota persekutuan tersebut !
17.   Mengapa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia akhirnya mengalami kemunduran ?
18.    Jelaskan factor pendukung kebesaran kerajaan Demak !
19.   Tuliskan bukti-bukti sejarah Kerajaan Samudra Pasai !
20.   Jelaskan isi perjanjian antara Sultan Haji dengan Belanda !
21.   Tuliskan bukti Islam masuk ke Indonesia abad ke-7 !
22.   Tuliskan bukti Islam masuk Indonesia abad ke-13 !
23.   Sebutkan nama-nama masjid kuno dan daerahnya sebagai hasil wujud akulturasi !
24.   Sebutkan factor pendukung perkembangan kerajaan Demak !
25.   Jelaskan 3 gejala baru pindahnya kerajaan Demak ke Pajang !
26.   Jelaskan 4 usaha yang dilakukan oleh Sultan Agung pada masa pemerintahannya !
27.   Jelaskan sebab kegagalan serangan Mataram ke Batavia !
28.   Tuliskan isi perjanjian Giyanti dan Salatiga !
29.   Jelaskan kehidupan politik di kerajaan Banten !
30.   Sebutkan factor pendorong  perkembangan perdagangan di Banten !
31.   Jelaskan isi perjanjian antara Sultan Haji dengan Belanda !
32.   Sebutkan urutan waktu kedatangan bangsa Eropa di Maluku !
33.   Sebutkan isi perjanjian Bongaya !
34.   Jelaskan 4 hak octroi VOC !
35.   Jelaskan apa yang dimaksud dengan Culture Stelsel !
36.   Jelaskan apa yang kamu ketahui tentang :
a.       Contingenten               
b.      Ekstirpasi
c.       Verplichk Leverentie
37.   Jelaskan 3 usaha Hermn Willem Daendels pada masa pemerintahannya di Indonesia !
38.   Sebutkan dampak positif dan negative pelaksanaan system Tanam Paksa bagi Indonesia !
39.   Jelaskan 4 latar belakang politik Etis !
40.   Jelaskan pengaruh politik etis bagi bangsa Indonesia !
41.   Jelaskan perubahan dalam bidang politik akibat perluasan kekuasaan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia !
42.   Jelaskan perubahan dalam bidang ekonomi  akibat perluasan kekuasaan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia !
43.   Jelaskan stratifikasi social pada masa penjajahan Belanda !
44.   Jelaskan 3 bidang dari politik etis yang diberlakukan oleh Belanda
45.   Sebutkan ciri-ciri organisasi modern !
46.   Jelaskan 4 perbedaan perjuangan sebelum dan sesudah tahun 1908 !
47.   Jelaskan apa yang dimaksud dengan Diskriminasi !
48.   Sebutkan factor intern dan ekstern lahirnya pergerakan nasional Indonesia !
49.   Apa yang menyebabkan gagalnya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan sebelum  1908 ?
50.   Mengapa setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional ?
51.   Sebutkan tujuan Sarekat Islam !
52.   Apa yang menyebabkan pecahnya Sareka Islam menjadi sarekat Islam Putih dan Sarekat Islam Merah ?
53.   Mengapa Indische partij dianggap sebagai organisasi politik yang pertama kali di Indonesia ?
54.   Sebutkan tujuan Indische Partij yang terdapat dalam anggaran dasar yang disusun bulan Desember 1912 !
55.   Sebutkan tujuan Muhammadiyah !
56.   Jelaskan tentang semboyan Taman Siswa terhadap pergerakan nasional Indonesia !
57.   Jelaskan proses perjuangan yang dilakukan oleh PNI !
58.   Sebutkan organisasi pemuda yang berdiri di Indonesia setelah Budi Utomo !
59.   Sebutkan tujuan dari GAPI !
60.   Jelaskan tujuan organisasi PPKI !
61.   Jelaskan fungsi PPKI !
62.   Sebutkan 3 latar belakang Jepang menguasai Asia !
63.   Jelaskan perbedaan PUTERA dan Jawa Hokokai !
64.   Jelaskan apa yang dimaksud dengan :
a.        Syaikerei
b.      Kimohoshi
65.   Jelaskan dampak pendudukan Jepang di bidang militer !
66.   Jelaskan dampak pendudukan Jepang di bidang pemerintahan !
67.   Jelaskan apa yang dimaksud  dengan Gerakan Legal dan Gerakan Ilegal !
68.   Sebutkan isi dari Jakarta Charter !

Sejarah Kelas XI IPS Semester 1 Bab 4



Kehidupan social politik, ekonomi dan budaya masa perkembangan Islam


1.      Mata uang emas dari Kerajaan Pasai adalah ….
2.      Persetujuan “Enrique Leme” adalah ….
3.      Raja Mataram yang dikenal dengan sebutan Pangeran Tegal Arum adalah ….
4.      Kapal Belanda berlabuh pertama di Banten tahun 1596 armadanya dipimpin oleh ….
5.      Ade Loping Bicarana Pabahie adalah hukum Makasar untuk mengatur bidang ….
6.      Dato’ri Bandang penyebar Islam di Makasar yang datang dari ….
7.      Pasukan Belanda berhasil menguasai Makasar dipimpin oleh ….
8.      Orang Makasar yang meninggalkan daerahnya setelah Makasar jatuh ke tangan Belanda ….
9.      Portugis berhasil masuk Maluku di bawah pimpinan Portugis membangun benteng ….
10.  Semangat perang Jihad berkobar di Maluku setelah terbunuhnya ….
11.  Raja Banten yang dikenal sebagai antek Belanda adalah ….
12.  Arsitektur Belanda yang merancang model istana dan Masjid Banten adalah ….
13.  Runtuhnya kerajaan Banten dipicu oleh . . .
14.  Setelah kekuasaan Pajajaran terdesak oleh Islam, penduduk yang tidak mau memeluk Islam menyingkir ke arah Banten Selatan, yang kemudian dikenal sebagai suku . . .
15.  Kejayaan kerajaan Aceh tidak lepas dari pelabuhan yang dimiliki yang bernama . . .
16.  Sultan Ageng Tirtayasa merupakan raja besar dari kerajaan . . .
17.  Anggota Uli Siwa ( = Sembilan persekutuan ) adalah . . .
18.  Raja Pajang yang menyerahkan tahtanya kepada bupati Mataram adalah . . .
19.  Kerajaan Makasar merupakan integrasi dari dua kerajaan yaitu . . .
20.  Kongsi dagang Belanda yang dibentuk pada tahun 1602 bernama . . .
21.  Pemimpin serangan kerajaan Mataram terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628 adalah . . .
22.  Pemindahan pusat kerajaan Demak ke Pajang pada tahun 1568 dilakukan oleh . . .
23.  Untuk merebut  Sunda Kelapa, tokoh yang diutus oeh Sultan Trenggono adalah . . .
24.  Raja Mataram Islam yang mendapat sebutan “Pangeran Samber Nyowo” adalah . . .
25.  Gubernur Jendral Portugis saat menguasai Ternate adalah . . .

Kamis, 06 Oktober 2011

KERAJAAN SRIWIJAYA

1. Sejarah dan Lokasi Pengetahuan mengenai sejarah Sriwijaya baru lahir pada permulaan abad ke-20 M, ketika George Coedes menulis karangannya berjudul Le Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan bahwa, Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes juga menetapkan bahwa, letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I adalah Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang  
2. Sumber Sejarah Sumber-sumber sejarah yang mendukung tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.  
B. Sumber Asing Sumber Cina Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama adalah tahun 671 M.
Dalam catatannya disebutkan bahwa, saat itu terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu, baru ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir adalah tahun 988 M  
Sumber Arab Arab, Sriwijaya disebut Sribuza. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.  
Sumber India Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti dengan Kerajaan Nalanda, dan Kerajaan Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda  
Sumber lain Pada tahun 1886 Beal mengemukakan pendapatnya bahwa, Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi,
Sumber lain, yaitu Beal mengemukakan pendapatnya pada tahun 1886 bahwa, Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi.
Pada tahun 1913 M, Kern telah menerbitkan Prasasti Kota Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau Bangka. Namun, saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti itu adalah nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan atau gelar raja  
C. Sumber Lokal atau Dalam Negeri Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.  
Prasasti Kota Kapur Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M, menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan kaki.  
Prasasti Kedukan Bukit Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi.
Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan  
Prasasti Talangtuo Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.  
Prasasti Karang Berahi Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu. 
Prasasti Ligor Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.  
Prasasti Nalanda Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya.
Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
Prasasti Telaga Batu. Prasasti ini Karena ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918 M. Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat keluar air) di bawahnya.
Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat.
Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat tersebut.
Sebagai sarana untuk upacara persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan., maka diduga kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya
Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya itu sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. 
3. Kehidupan Ekonomi, Politik, Sosial dan Budaya Ekonomi
Menurut catatan asing, Bumi Sriwijaya menghasilkan bumi beberapa diantaranya, yaitu cengkeh, kapulaga, pala, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu.
Barang-barang tersebut dijual atau dibarter dengan kain katu, sutera dan porselen melalui relasi dagangnya dengan Cina, India, Arab dan Madagaskar.  
Politik Untuk memperluas pengaruh kerajaan, cara yang dilakukan adalah melakukan perkawinan dengan kerajaan lain.
Hal ini dilakukan oleh penguasa Sriwijaya Dapunta Hyang pada tahun 664 M, dengan menikahkan Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan Tarumanegara.
Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya memperluas daerah kekuasaannya hingga bagian barat Nusantara.
Di wilayah utara, melalui kekuatan armada lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu lintas perdagangan antara India dan Cina, serta menduduki semenanjung malaya.
Kekuatan armada terbesar Sriwijaya juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke pulau jawa termasuk sampai ke Brunei atau Borneo.
Hingga pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya telah mampu menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara.
Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan Kerajaan Sriwijaya.
Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja Sriwijaya, yaitu : 
1. Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya
2. Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya
3. Ekachattra, artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya  

Berikut daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :
  1. Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684 M) 
  2. Cri Indrawarman (berita Cina, 724 M) 
  3. Rudrawikrama (berita Cina, 728 M) 
  4. Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M) 
  5. Maharaja (berita Arab, 851 M) 
  6. Balaputradewa (Prasasti Nalanda, 860 M) 
  7. Cri Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)
  8. Cri Udayaditya (Berita Cina, 962 M) 
  9. Cri Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
  10. Maraviyatunggawarman (Prasasti Leiden, 1044 M)
  11. Cri Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)
Sosial dan Budaya Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama Budha telah berkembang iklim yang kondusif untuk mengembangkan agama Budha.
Itsing, seorang pendeta Cina pernah menetap selama 6 tahun untuk memperdalam agama Budha.
Salah satu karya yang dihasilkan, yaitu Ta Tiang si-yu-ku-fa-kao-seng-chuan yang selesai ditulis pada tahun 692 M.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di daerah Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand.
Ini disebabkan karena Sriwijaya merupakan kerajaan maritim selalu berpindah-pindah, tidak menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang lama.
Prasasti dan situs yang ditemukan disekitar Palembang, yaitu
  1. Prasasti Boom Baru (abad ke7 M), 
  2. Prasasti Kedukan Bukit (682 M), 
  3. Prasasti Talangtuo (684 M), 
  4. Prasasti Telaga Batu ( abad ke-7 M), 
  5. Situs Candi Angsoka, 
  6. Situs Kolam Pinishi, 
  7. Situs Tanjung Rawa. 
 Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya lainnya yang ditemukan di jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu
  1. Candi Kotamahligai,
  2. Candi Kedaton, 
  3. Candi Gedong I, 
  4. Candi Gedong II, 
  5. Candi Gumpung, 
  6. Candi Tinggi, 
  7. Candi Kembar batu, 
  8. Candi Astono dan Kolam Telagorajo, 
  9. Situs Muarojambi. 
 Di Lampung, prasasti yang ditemukan, yaitu :
  1. Prasasti Palas Pasemah 
  2. Prasasti Bungkuk (Jabung). 
 Di Riau, Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Budha.  

4. Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Akibat dari persaingan di bidang pelayaran dan perdagangan, Raja Rajendra Chola melakukan dua kali penyerangan ke Kerajaan Sriwijaya.
Bahkan pada penyerangganya yang kedua, Kerajaan Chola berhasil menawan Raja Cri Sanggrama Wijayatunggawarman serta berhasil merebut kota dan bandar-bandar penting Kerajaan Sriwijaya.
Pada abad ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran yang luar biasa.
Kerajaan besar di sebelah utara, seperti Siam.
Kerajaan Siam yang juga memiliki kepentingan dalam perdagangan memperluas wilayah kekuasaannya ke wilayah selatan.
Kerajaan Siam berhasil menguasai daerah semanjung Malaka, termasuk Tanah Genting Kra.
Akibat dari perluasan Kerajaan Siam tersebut, kegiatan pelayaran perdagangan Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan lemah yang wilayahnya terbatas di daerah Palembang,
Pada abad ke-13 Kerajaan Sriwijaya di hancurkan oleh Kerajaan Majapahit.

Catatan : Diolah dari berbagai Sumber
Prasasti Ligor Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.
Prasasti Nalanda Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya.
Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra.
Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda

Gambar prasasti Nalanda : .